Mengelola Konflik Organisasi
konflik adalah suatu hal yang wajar yang terjadi di kehidupan bermasyarakat. Bahkan pada saat ini sudah menjadi suatu hal yang lumrah terjadinya suatu konflik karena sudah menjadi sebuah dinamika kehidupan social bermasyarakat. Dari konflik tidak selalu berdampak negative adapun konflik berdampak positif.
Sebelum berbicara jauh tentang apa itu konflik, apa penyebabnya dan apa dampaknya di kehidupan bermasyarakat dan beroganisasi ada baiknya kita cari tau definisi dari kata konflik itu sendiri
A . Pengertian Konfik
Menurut bahasa, konflik itu sendiri berasal dari bahasa latin yaitu configure yang berarti saling memukul. Secara sosiologis konflik itu sendiri diartikan sebagai suatu proses social antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dangan menghancurkannya atau membuat tidak berdaya.
B . Pengertian Konflik Menurut beberapa tokoh
1. Menurut Taquiri, konflik merupakan warisan kehidupan social yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2. Menurut Robbin, keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
3. Menurut Muchlas, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi
4. Menurut Minnery, Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
Dari beberapa pengertian konflik di atas kita dapat menarik kesimpulan sendiri bahwa konflik itu sendiri merupakan sebuah proses social yang terjadi akibat perbedaan persepsi dua pihak atau lebih dalam menilai suatu hal.
C . Perbedaan Pandangan Tradisional dan Interaksionis Mengenai Konflik
Pada dasarnya konflik itu sendiri memiliki perbedaan pandangan peran konflik itu sendiri, baik dalam sebuah kelompok maupun organisasi. Perbedaan pandangan ini muncul karena tiap individu atau kelompok memilik pandangan yang berbeda mengenai konflik itu sendiri, ada yang menganggap konflik itu harus segera diminimalisir dan segera terselesaikan, ada juga konflik itu dianggap sebagai peningkat kerja dalam sebuah kelompok.
Perbedaan pandangan tentang konflik ini kemudian dibedakan satu dengan lainnya oleh Robbins (1996:431) disebut sebagai the Conflict Paradox. Ada 3 pandangan konflik yang dibuat oleh Robbin yaitu pandangan tradisional, pandangan hubungan manusia dan yang terakhir pandangan interaksionis. Pada kali ini saya hanya akan mebahas 2 pandangan konflik yaitu pandangan tradisional dan interaksionis
1 . Pandangan Tradisional ( The Traditional View )
Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, danirrationality. Pandangan ini konsisten dengan sikap-sikap yang dominan mengenai perilaku kelompok dalam dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Konflik dilihat sebagai suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya kepercayaan dan keterbukaan di antara orang-orang, dan kegagalan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2 . Pandangan Interaksionis ( The Interactionist View )
Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
D . Faktor – Faktor Penyebab Konflik
1. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
- Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Adapun juga factor – factor terjadinya konflik menurut beberapa tokoh.
1. Menurut Agus M. Hardjana ada 10 penyebab munculnya konflik, yaitu:
a. Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi
b. Perbedann tujuan kerja karena perbedaan nilai hidup yang dipegang
c. Persaingan dalam hal yang terbatas seperti fasilitas kerja dan jabatan
d. Masalah wewenang dan tanggung jawab
e. Penafsiran yang berbeda atas suatu hal, perkara dan peristiwa yang sama
f. Kurangnya kerjasama
g. Tidak menaati tata tertib dan peraturan kerja yang ada
h. Ada usaha untuk menguasai dan merugikan
i. Pelecehan pribadi dan kedudukan
j. Perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas tentang apa yang diharapkan darinya
2. Menurut Stonner penyebab munculnya konflik adalah :
a. Pembagian sumber daya
b. Perbedaan dalam tujuan
c. Ketergantungan aktivitas kerja
d. Perbedaan dalam pandangan
e. Gaya individu dan ambiguitas organisasi
3. Menurut Robbin sumber – sumber utama terjadinya sebuag konflik adalah :
a. Saling ketergantungan pekerjaan
b. Ketergantungan pekerjaan satu arah
c. Diferensiasi horizontal yang tinggi
d. Formalisasi yang rendah
e. Ketergantungan pada sumber bersama yag langka
f. Perbedaan dalam criteria evaluasi dan system imbalan
g. Pengambilan keputusan partisipasif
h. Keanekaragaman anggota
i. Ketidaksesuaian status
j. Ketidakpuasaan peran
k. Distorsi komunikasi
E . Tekhnik – Tekhnik Utama Memecahkan konflik
Upaya penangan konflik sangat penting dilakukan hal ini disebabkan karena setiap jenis perubahan dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan konflik. Perubahan yang terjadi, baik itu direncanakan atau tidak, tidak hanya berdampak pada perubahan struktur dan personal tetapi juga berdampak pada terciptanya hubungan pribadi dan organisasional yang berpotensi menimbulkan konflik.Untuk itulah diperlukannya upaya untuk menangani konflik secara serius agar keberlangsungan suatu organisasi tidak terganggu
Menurut Stonner ada 3 metode yang dapt digunakan untuk menyelesaikan konflik :
1. Dominasi dan penguasaan, hal ini dilakukan dengan cara paksaan, perlunakan, penghindaran dan penentuan suara terbanyak.
2. Kompromi
3. Pemecahan masalah secara menyeluruh
Konflik yang sudah terjadi juga bisa diselesaikan dengan cara perundingan kedua belah pihak atau pihak yang bersangkutan secara baik dan bijak guna mencari jalan keluar yang dapat menguntungkan kedua belah pihak atau pihak yang bersangkutan. Gaya perundingan untuk mengelola konflik dapat dilakukan dengan cara :
a. Pencairan, yaitu dengan melakukan dialog untuk mndaptkan pengertian
b. Keterbukaan antar pihak pihak yang bersangkutan
c. Belajar empati, yaitu saling mengerti satu sama lain
d. Mencari alternative
e. Menghasilkan alternative
f. Managgapi berbagai alternative
g. Mencari penyelesaian
h. Dan mengikat seluruh kelompok
Cara lain juga dikemukakan oleh Theo Riyanto, yaitu dengan melakukan tindakan yang reprentif, yaitu dengan cara :
a. Menghindari konflik
b. Mengaburkan konflik
c. Mengatasi konflik dengan cara :
1. Dengan kekuatan
2. Dengan perundingan
Daftar Pustaka
Blanchard, ken, dan paul hersey, manajemen prilaku organisasi; pendayagunaan sumber daya manusia, Jakarta: erlangga, 1986
Kossen,stan,aspek manusiawi dalam organisasi, Jakarta : erlangga, 1993.
Siagan, sondang P, teori pengembangan organisasi, Jakarta : bumi aksara, 2002 cet. IV.